Posted by : Kevin kevin Kamis, 25 Desember 2014

Adrian berhenti sejenak, menyeruput coklat panasnya. Aku masih terdiam.“Apa yang kau rasakan saat itu?” tanyaku kemudian.

“Entahlah” jawabnya “antara kaget, kecewa, dan senang, mungkin?” Dia lalu menaruh cangkirnya diatas meja. “Baiklah. Karena sudah selarut ini, kenapa kita tidak tidur saja dulu?” ajaknya.

Dia akan terjaga semalaman dan tidak ingin diganggu. “Oke” jawabku. Akupun berjalan kekamar, disusul Adrian di belakang. Kami berbagi kehangatan satu sama lain didalam selimut. Ketika  dia yakin aku sudah tidur, dia menyelinap keluar.

Dia mengelus rambutku lalu mengecup keningku. Kemudian berjalan kembali ke ruang tengah, menghabiskan coklat yang barusan ditinggalnya. Entah untuk berapa lama. Kubiarkan dia melakukannya, dia juga butuh waktu.

•••

Pertunangan itu terjadi tidak lama kemudian. Banyak tamu undangan menghadiri perjalinan antara kedua Keluarga kaya itu. Keluarga Wijaya memang dikenal menjalin hubungan baik dengan keluarga Kartika, juga dengan keluarga Nugraha. Tidak heran jika Adrian Kusuma Wijaya, Tiara Dini Kartika,dan Revan Satria Nugraha sudah bersahabat sejak kecil.

Adrian berjalan keluar dari ruangan, menuju beranda. Angin malam menerpa wajahnya seketika. Senyum kecil menyungging diwajahnya. Revan yang melihatnya lalu berjalan mendekati.

“Yo” sapanya. “Selamat atas pertunangan lo bro” Revan mengangkat gelasnya sedikit.

“Thanks” Mereka berdua bersulang lalu meneguk minuman masing-masing, yang isinya hanyalah soda.

“Jujur gua masih gak nyangka. Bisa-bisanya ya lo dijodohin sama cewek yang lu suka dari kecil?” ucap Revan. Posisinya menghadap luar, bersandar menggunakan siku. Sedangkan Adrian menatap Tiara yang sedang bercakap-cakap didalam. “Bisa-bisa gua ditinggal sendirian, lagi”

“Tenang aja bro. Bukannya  dari kecil kita selalu bertiga? Gak mungkin gua ninggalin lo. Lagi pula kenapa lo gak nyari pacar juga? Biar bisa double date gitu” Adrian memukul pelan bahu Revan. Revan tersenyum getir.

“Tapi emang bener kata lo Van, ini kayak mimpi jadi kenyataan” ucap Adrian tiba-tiba. Wajahnya melihat bintang dilangit sana. Sedangkan Revan menunduk, wajahnya terlihat agak murung.

“Jadi kalian berdua ada disini. Cepat masuk, acara utamanya sudah mau dimulai” Seorang laki-laki datang menegur. “Kamu Adrian, bersiaplah. kau ditunggu dibelakang panggung” laki-laki itu lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

“Lo duluan, gua masih pengen disini” Ucap Revan. Adrian lalu berjalan memasuki ruangan. Revan melihatnya sambil tersenyum. “Jadi, gua benar-benar sendiri sekarang” gumamnya.

Adrian berdiri di atas panggung ditemani ayahnya. Dia menunggu Tiara dengan tak sabar. Sedangkan Tiara sedang berjalan dari pintu masuk. Para tamu undangan berdiri berjejer di samping kiri-kanan jalan utama yang diberi karpet. Acara menjadi lebih seperti pernikahan daripada pertunangan.

Musik berayun dengan lembut. Adrian meraih tangan Tiara, membantunya untuk naik ke panggung. Senyuman para  hadirin menghiasi seluruh ruangan. Adrian lalu membuka kotak cincin yang sudah dipersiapkan. Dia memasangkan cincin itu di jari manis Tiara. Tiarapun melakukan hal yang sama. Tangan mereka berdua bertaut dengan erat. Kebahagiaan mengisi malam itu dengan sempurna.

•••

Aku tak bisa menghentikan air mata. Kenangan itu terus saja berulang di benakku. Coklat panasku sudah habis sejak tadi. Kulirik jam dinding sejenak. “sudah jam setengah 3  ternyata” gumamku. Akupun bangkit lalu berjalan ke kamar.

Istriku  sedang tidur disana. Wajahnya begitu damai, membuat hatiku tentram seketika. “Sungguh beruntung aku bertemu denganmu” bisikku. Dia sama sekali tak terusik. Aku tersenyum. Kugenggam tangannya dibalik selimut. Lalu mulai memejamkan mata.

•••

“Cheers!” Adrian mengangkat gelasnya.

“Cheers!” jawab Revan dan Tiara serempak. Mereka bertiga mengadu gelas masing-masing lalu mulai meminum. Kali ini, alkohol yang mereka minum. Satu bulan penuh sudah lewat sejak pertunangan itu. Kini mereka merayakan hari jadinya.

“Sekali lagi selamat buat kalian berdua” ucap Revan. Dia hanya meneguk sedikit minumannya.

“Thanks man” jawab Adrian. Wajahnya memerah, gelasnya pun kosong. Dia yang tak kuat meminum alkohol menegak habis isi gelasnya. “Jadi kapan lo punya pacar? Gak seru kalau lo cuman ngeliatin doang" Revan tertawa kecil.

“Dasar aneh lo. Mabuk gara-gara anggur segelas” Tiara menimpali.

“Dan lo lebih aneh. Mau aja ditunangin sama orang kayak gua. Hm?” Adrian tersenyum jahil ke arah Tiara. Belum sempat Tiara mebalasnya, Adrian sudah mengecup pipinya pelan. Seketika itu juga dia terdiam. Mukanya memerah.

Revan tersenyum pahit. “Kalian itu pasangan yang aneh” ucapnya menengahkan. Dia lalu menghabiskan minumnya. “Udah selarut ini, gua pengen balik duluan. Bye” Revan mengambil tasnya.

“Ah, jangan. Gua udah mabuk, biar gua duluan aja. Lo yang nganterin Tiara balik” ucap Adrian. “Nih kunci mobil gua, gua naik taksi” katanya lagi. Adrian lalu pergi meninggalkan mereka berdua, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu.

Cahaya matahari menyelinap masuk kamar Adrian, memaksanya untuk membuka mata. Dia masih sedikit mabuk. ‘aku benar-benar tak kuat minum alkohol ’pikirnya. Dia merangkak keluar dari kasurnya.Meregangkan sedikit tubuhnya.Lalu berjalan menuju kamar mandi.

Adrian menutup pintu rumahnya pelan. Dia berjalan menuju sekolah, mobilnya masih di Revan. Bibirnya tak bisa berhenti tersenyum, dia terus saja membayangkan wajah Tiara semalam, saat dia mengecup pipinya. Sungguh menggemaskan. Tiba-tiba saja, yang diharapkan muncul dari arah yang berlawanan.

“Tiara!” Panggilnya, dia melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Sedangkan Tiara tidak bereaksi sama sekali. Wajahnya menunduk dalam. Langkahnya berat. Dia berjalan berlawanan arah dengan Adrian. Adrian berlari mendekatinya.

“Halo, Tiara?" Adrian menepuk bahu Tiara pelan. Tiara mengangkat wajahnya, Adrian tersentak. Air mata. Tidak, bukan hanya itu, wajahnya sangat pucat. Adrian menelan ludah.“H-halo, Tiara? Aku memanggilmu dari tadi”

Tiara kembali menunduk. Dia dengan cepat berjalan melewati Adrian, kemudian berhenti tiba-tiba. “Adri –“  tak jadi, dia kembali melangkah. Lalu mulai berlari.

Adrian hendak mengejarnya, namun sebuah mobil sport datang menghampiri. Itu mobilnya. Revan menjemputnya.

Selama perjalanan, baik Adrian maupun Revan, sama sekali tidak bersuara. Revan menatap keluar jendela, melihat jalanan. Dia melihat dengan tatapan kosong, dan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. Adrian yang menyupir. Melihat Revan yang seperti itu, dia menjadi enggan.

Suasana di kelas tak jauh beda. Revan mengunci mulutnya rapat-rapat. Sedangkan Adrian terus saja bertanya-tanya di dalam hati apa yang sebenarnya terjadi. Kelas yang seharusnya ceria, melihat kedua pangeran mereka terdiam, menjadi terasa canggung.

Bel tanda istirahat berdering. Revan langsung berdiri menjauhi mejanya, berjalan ke kantin. Adrian yang mulai tak tahan, akhirnya berjalan menyusul.


“Hey” panggilnya. Revan tak berkutik. “Hey! Apa yang sebenarnya terjadi?” Seketika itu juga, Revan berbalik. Matanya menatap Adrian dengan tajam. Tangannya mengangkat kerah Adrian tinggi.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Chatango

Kontributor

Mabo and Gibo. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Mabo and Gibo -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -