Posted by : Kevin kevin Selasa, 23 Desember 2014



Maafkan aku Gladis, aku masih tak bisa melupakannya” Adrian mengelus perutku dengan lembut. Wajahnya terlihat sangat sedih.

“Tidak apa” Aku menggenggam tangan hangatnya. “Aku mengerti kok” Dia tersenyum. Adrian kemudian duduk di sofanya, berhadapan denganku. Dia menatapku dalam-dalam dengan perasaan bersalah.

“Ceritakan saja. Dengan begitu, kau mungkin akan merasa baikan” saranku. Adrian terdiam. “Ceritalah, aku akan menerimanya” aku menetapkan hati. Diapun mulai kisahnya. Kisah tentang tiga orang sahabat.

•••

Suasana kelas gaduh seperti biasa. Biarpun bel masuk sudah lama berbunyi, para murid tetap sibuk kesana kemari.Mengerjakan PR yang seharusnya sudah selesai sejak kemarin.

“Pak Konta datang!” Seru seseorang. Seketika itu juga, mereka langsung membereskan pekerjaannya, kembali ke tempat duduk masing-masing. Kelas menjadi sangat tertib, jauh lebih tertib dari biasanya.

“Selamat pagi” Seorang pria berjalan memasuki ruang kelas.

“Selamat pagi pak” Jawab mereka serempak. Suasana tegang terlihat jelas di wajah mereka.

“Mulai hari ini, ada murid baru yang akan belajar bersama kita” Ucap pria itu, mengendurkan sedikit bahu-bahu yang semula tegang. “Kamu, masuklah. Perkenalkan dirimu didepan teman-temanmu” sedetik kemudian, seorang lagi datang memasuki kelas.

“Perkenalkan, nama saya Adrian Kusuma Wijaya, biasa dipanggil Adrian. Mohon bimbingannya” anak itu tersenyum. Seisi kelas terpana olehnya.

“Pilih tempat dudukmu” Anak itu mengedarkan pandangan, mencari tempat yang kosong. Sedangkan seluruh kelas menatapnya. Matanya tiba-tiba terhenti di wajah seseorang yang dia kenal.

 “Revan!” Dia mengangkat tangan. Yang disapa mengangguk sambil tersenyum. Adrian lalu berjalan ke arah Revan, yang disapanya tadi. Dia kemudian duduk disampingnya, yang kebetulan kosong. “gak nyangka gua lo ada disini” anak yang dipanggil Revan itu mengangangkat tangannya, menaruhnya didepan bibir, menyuruhnya untuk diam.

“Pelajaran akan dimulai” jelasnya.Adrian lalu melihat kesekeliling. Wajah-wajah tegang itu kembali.

“Kumpulkan buku kalian”. ‘gulp’ Telanan ludah terdengar bersamaan. Para murid lalu mulai mengumpulkan hasil jerih payahnya. Pelajaranpun dimulai.

...

“Woah, apa itu tadi?” Bel istirahat berbunyi. Adrian membereskan bukunya, justru rambutnya yang berantakan.

“Welcome to the hell, dude” Revan tersenyum. Rambutnya juga tak teratur, sama seperti seisi kelas. Sebuah badai baru saja berlalu, membawa sebuah badai lainnya. Dengan Adrian sebagai mata badai.
•••
“Kau pasti bersenang-senang saat itu. Dikelilingi oleh gadis-gadis satu kelas” Gladis menyelaku. Pipinya menggembung, matanya menyipit. Sebuah kebiasaan yang ditirunya dari komik-komik kesukaannya. Aku tersenyum.

“Tentu saja, siapa yang tidak coba?” jawabku memancing amarahnya. Dia memalingkan wajah kesamping. Sungguh kebiasaan yang menggemaskan. Aku melanjutkan cerita.

•••

“Jadi lo pindah kesini Ad?” Seorang wanita bertanya pada Adrian. Yang ditanya masih menegak minumnya.

“Yoi, gua yang minta ke bokap. Gak seru kalo gak bareng lo berdua” jawabnya. Adrian lalu melihat ke sekeliling kantin, menjawab dengan senyum para gadis yang meliriknya.

“Lo masih caper kayak biasa” Ucap wanita itu lagi.

“Jadi, apa lo mulai cemburu?” Adrian menggodanya. Wajah jahilnya terlihat jelas.

“Jelas enggak lah! Setan!” Tiara memukul Adrian keras. “Coba lo tiru Revan sedikit. Dia gak pernah caper ke cewek lain. Gak kaya seseorang” Revan terus menyeruput esnya. Dia tersenyum.

“Sekarang gua pikir-pikir lagi. Van, lo sebenarnya punya pacar gak sih? Selama kita hangout yang lo lakuin cuma ngeliatin doing” Bola panas seketika dioper ke Revan. “Sejak kecil lo kayak gitu. Apa lo gak bosen?”

“Sori, gua udah puas walau cuman nontonin kalian berdua. Jadi, lanjutkan saja. Gua menikmati kok” jawabnya.

“Dasar freak lo” Bel tiba-tiba berdering. “Sial. Dah masuk  lagi. Sori, gua duluan ya. Bye” Tiara kemudian bangkit dari duduknya lalu bergegas menuju kelas. Meninggalkan Adrian berdua bersama dengan Revan.

“Jadi, kenapa lo pindah tepatnya?” Revan angkat suara.

“Lo tau jawaban tepatnya” jawab Adrian.

“Tiara?” Dia mengangguk. “Lo benar-benar gak mengenal kata menyerah ya?” Revan menghabiskan minumnya.

“Lo yang bilang begitu” mereka lalu meninggalkan kantin, kembali menuju ruang kelas.

...

Adrian berjalan memasuki rumahnya. “Aku pulang” Tak ada yang menjawab. Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki memenuhi ruangan.

“Tuan Adrian, anda sudah pulang?” Seorang wanita datang menyambutnya. Adrian hanya mengangguk. “Anda ditunggu oleh Tuan Wijaya” ucapnya lagi. “Sini, biar saya bawakan tas anda”

“Windy,” Panggil Adrian. Wanita itupun menengok. “Tak usah, biar aku yang menaruhnya”

“Baik tuan” Windy lalu melepaskan tangannya. Adrian berjalan kekamar. Menaruh tasnya. Mengganti baju. Lalu berjalan keluar.

“Windy, dimana ayah?” Tanyanya.

“Beliau ada di ruang kerja. Sedang mengurus proposal” Adrian lalu pergi ke tempat yang dimaksud, menemui ayahnya.

Ketika sampai didepan ruangan yang dimaksud, dia mengetuk pintu lalu mengintip kedalam “Ayah, kau memanggilku?” ucapnya.

“Oh, kau sudah pulang Adrian” Pak Wijaya kemudian menunjuk kursi didepannya. “Masuklah, duduk disini, ada yang harus aku sampaikan padamu” Adrian duduk didepan ayahnya. “tunggulah sebentar” ucapnya lagi.

Selesai pekerjaanya, pak Wijaya menengok kearah Adrian. Dia mulai menjelaskan sesuatu. Adrian yang semula serius, lama-lama mengangkat alisnya. Dia mengerti kemana arah pembicaraan ini. “…Oleh karena itu, Adrian. Kau dan Tiara akan di tunangkan sesegera mungkin”

••• 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Chatango

Kontributor

Mabo and Gibo. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Mabo and Gibo -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -