Posted by : Kevin kevin Jumat, 09 Januari 2015

Tangan Revan masih menggantung di kerah Adrian. Wajahnya kini menunduk dalam-dalam. Seluruh mata yang berada di koridor kini menatap mereka. Sedangkan Adrian tidak melakukan apa-apa. Revan tidak pernah seperti ini sebelumnya, dia sangat membenci kekerasan.

Perlahan, tangan Revan dia turunkan. Bahunya mulai mengendur, dia berbalik. “Maaf” ucapnya singkat. Revan lalu pergi, meninggalkan Adrian begitu saja.

Mata-mata yang semula menatap mereka kini kembali ke posisi semula, giliran mulut mereka yang bekerja.Adrian langsung menyapukan pandangannya ke seluruh koridor. Seketika, semuanya hening.‘Prince of Sun’ mereka yang seharusnya ramah, kini malah balik menantang.

•••

Sebuah pukulan mendarat begitu saja. Keringat bercucuran membasahi lantai. Walau sudah berjam-jam, Adrian masih saja memukuli sasak tinju itu. Melampiaskan amarahnya pada benda yang tak berdosa.

Buk!

Wajah Tiara tadi pagi terlihat di benaknya.

Buk!

Adegan tadi siang membayangi pikirannya.

Buk!

Adrian menghentikan tinjunya, akhirnya rasa lelah dan penat mulai menghampiri. Dia lalu berjalan keluar dari ruang latihan pribadinya.

“Tuan” seorang gadis datang menyapa.

“oh, Windy, ternyata kau. Bisa tolong ambilkan handuk?” ucap Adrian. Tubuhnya dipenuhi oleh keringat.

“Tentu, tuan” Windy lalu berjalan menuju kamar Adrian. Adrian menatapnya dengan tersenyum. Sejauh ini, hanya Windy yang sudah ia beri senyuman. Gadis itu sudah seperti adik kecil baginya. Adrian tersenyum lagi. Tak lama kemudian, Windy datang dengan sehelai handuk kecil. “Ini, tuan”

“Jangan panggil aku ‘tuan’, itu agak mengganggu” Adrian membuka bajunya, mengelap seluruh tubuhnya dengan handuk tersebut.

“Kalau begitu, tuan seharusnya berhenti memanggilku ‘Windy’. Nama itu sangat tidak lucu” Adrian tiba-tiba mencubit pipi Windy keras. Yang dicubit berteriak pelan.

“Kalau bukan ‘Windy’ apa lagi, jelek?” Dia masih mencubit pipi Windy, ia bisa tertawa sekarang. Windy memasang muka jengkel. Adrian lalu melepaskan cubitannya. “Terima kasih” gumamnya.Windy terdiam sebentar.

“Tidak, sayalah yang berterima kasih” tukasnya “Kalau saja tuan waktu itu tidak –“ Adrian langsung mencubitnya lagi, membuat Windy tak menyelesaikan perkataannya.

“Sudah kubilang, jangan panggil aku ‘tuan’, jelek” Kali ini dengan dua tangan. Membuat Windy mengeluarkan suara yang tidak terlalu jelas. Adrian kembali tertawa.

•••

Adrian memainkan jarinya, tidak sabar menunggu Revan dan Tiara. Dia cek HP berulang kali, tak ada panggilan masuk ataupun SMS. Suara percakapan orang lain memenuhi langit-langit cafe. Adrian lalu mengedarkan pandangannya.Satu-dua orang terlihat melirik kearahnya beberapa kali. Kali ini, ia tidak membalas.

Pintu kafe dibuka lebar, Revan dan Tiara berjalan beriringan. Tangan mereka berdua terpaut erat.Adrian mematung. Mereka berdua lalu duduk di kursi didepan Adrian.Adrian melirik tangan Tiara sekilas, tak ada cincin yang melingkar disana.

Suasana disana tiba-tiba terasa canggung. Baik Adrian, Revan, maupun Tiara tak ada yang mengangkat suara. Seorang pelayan datang untuk menaruh minuman.Adrian menganggu berterima kasih. Pelayan itu membalasnya.

“Kami akan pergi ke luar negri” ucap Revan tiba-tiba.Membuat Adrian terhentak.Dia lalu membanting tangannya di meja.

“Apa maksudnya kalian bakal ke luar negri?” Hening, tak ada yang menjawab.Adrian kembali duduk “Kemana? Kemana kalian bakal pergi?”

“Lo gak ngerti ya Ad? Kita ke pergi buat menjauh dari lo. Percu –“ Sekali lagi, meja itu dipukul Adrian dengan keras. Seluruh suara hilang seketika. Semua mata menatap mereka bertiga.

“Rev, gua tunggu diluar” Adrian berjalan menuju pintu masuk, tak memperdulikan orang-orang yang melihatnya. Revan berjalan mengikuti.

“Ada ap –“ sebuah tinju melayang tepat mengenai wajah Revan. Revan jatuh tersungkur, tak siap menerima pukulan itu. Adrian lalu mengangkat kerah Revan. Dia tidak mengatakan apa-apa, wajahnya menunduk dalam.

Plak! Tamparan telak mengenai muka Adrian.Terlihat, Tiara menangis. “Ayo Van, kita pergi” Dia menarik tangan Revan. Menjauh dari Adrian.Namun, Revan sempat meninggalkan sesuatu di saku baju milik Ad.

Adrian terduduk.Ia baru saja ditinggal pergi oleh kedua sahabatnya. Kertas kecil terlihat menyebul keluar dari saku bajunya.Ia buka lipatan kertas itu lalu mulai membaca. “Tidak mungkin” Dia mulai berteriak keras. Memangil-manggil nama Tiara.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Chatango

Kontributor

Mabo and Gibo. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Mabo and Gibo -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -