Posted by : Fakhri Minggu, 14 Agustus 2016

【Andri Pov】

Aku memegang tangan kananku yang hendak lepas kendali.



Aku tak percaya ini, kami telah menjadi makhluk abadi. Kekuatan yang luar biasa mengalir dengan deras di dalam tubuhku, juga aura yang begitu kuat meluap-luap dari badanku. Otot-ototku terasa ditimpa ulang. Kakiku terasa amat ringan. Tanganku terasa begitu berisi. Keenam indraku meningkat dengan sangat tajam.

Hal ini tidak mengherankan.

Hal ini dikarenakan jantung kami.

Jantung kami, pusat dari organisasi bernama tubuh kami, memiliki kekuatan yang luar biasa. Kekuatan yang diimpi-impikan setiap makhluk hidup yang ada. Kekuatan yang membuat iri setiap manusia yang mengetahuinya. Kekuatan regenerasi super cepat, yang membuat tubuh kami kembali seperti semula bagaimanapun kami terluka.

Hal ini juga tidak mengherankan.

Hal ini dikarenakan kami adalah lima pemuda pilihan para dewa, ditakdirkan untuk menumpas habis klan iblis yang hendak menghancurkan keseimbangan ketiga dunia—Dunia manusia, neraka iblis, dan tanah para dewa.

Aku, Andri Rusmana, seseorang yang menjadi wadah dari sang mahadewi Andromeda, merupakan satu-satunya manusia yang bisa membunuh raja para iblis, Lucif—Guh!

『BLETAK!! 』

“Aaw!!”

Aku mengusap kepalaku.

Heni memegang gulungan buku matematika dengan erat.

“Bisa berhenti ngayal gak? Juga, Andromeda sama Lucifer itu gak nyambung banget ceritanya”

“Mang napa, Bu Ina-nya juga belom dateng ini kok. Bosen. Kalo aja gak mati lampu, udah ngeces hape kali dari tadi”

Aku bangun dari lututku lalu mengeluarkan handphone dari saku. Sudah tahu mati, buat apa aku keluarkan lagi.Sialan, kalau tahu ada mati lampu seharusnya aku isi dulu tadi.

“Ya bukan berarti harus ngayal sambil pose-pose gak jelas di depan juga kan? Lu tuh ngerusak pemandangan tau”

“Hah? Lu bilang apa? Ngayal? Ini bukan ngayal, Hen. Ini Chuunibyou! Chuunibyou demo, Koi ga shitai!”

Aku membuka eye patch tak terlihatku lalu berteriak “Hancurlah, synapse!!” dan memasang pose keren. Tawa “Huahahaha!!” yang kukeluarkan setelahnya membuat segalanya semakin sempurna.

“Gawat dah, ni anak udah gak ketolong lagi dah. Mput juga, jangan diem aja. Bantuin ngomong apa kek!”

Putri tersenyum dari tempat duduknya.

“Mau ngomong apa Hen? Andri kan udah begitu dari dulu. Lagipula, lucu ini kok diliatnya. Iya kan, Ris?”

Risti mengangguk, tanpa mengalihkan fokusnya dari siomay yang dia makan.

“Tuh”

“Yah, lu kan kenal dia sejak TK. Setidaknya suruh dia berhenti dong”

“Kamu pacarnya aja gak mau didengerin, gimana aku? Duduk aja yuk, nanti juga berhenti”

“Benar itu. Ikuti saja apa kata sang anak merpati. Duduklah kau yang tenang dan saksikanlah kehebatanku ini!”

Aku menyender di papan tulis, tentunya dengan satu tangan menutup mata kiriku agar Black Dragon Eye dalam diriku tidak bangkit dan menimbulkan kekacuan di dunia manusia.

“Anak merpati?”

“Hmm … mungkin maksudnya Hatoko. Hato (鳩) sama Ko (子) bisa diartiin jadi anak burung merpati … Lah, napa malah nyambung kesana?”

“Apa kau masih tidak mengerti juga, Kanzaki Tomoyo!?’

“Kanza—!?”

“Coba perhatikan lagi sekelilingmu! Bacalah situasi dengan baik, dan kau akan mengerti apa yang aku maksud”

Heni memiringkan kepalanya, memasang wajah tidak mengerti. Cewek ini memang tidak pernah bisa membaca situasi dengan benar, tapi anehnya dia bisa nyambung kalau diajak chuuni.

Hm, baiklah, biar kutunjukkan kekuatanku agar dia mengerti. Kuangkat tangan kananku tinggi ke udara, lalu berteriak sepenuh hati.

“Dakulah Andri Jurai!! Membaralah, wahai naga api kegelapan yang tertidur di tangan kananku, DARK AND DAAAAARRKK!!!”

“EEEI!!”

『BLETAAK!! 』

“AAW!!”

“Ippon!”

Rentetan kejadian itu diakhiri dengan Putri mengangkat tangannya keatas seakan-akan dia juri pertandingan Kendo, dan aku baru saja dikalahkan oleh Heni dan buku matematikanya

“Buat apa lagi tadi!?”

Aku memegang kepalaku spontan, sepertinya aku merasakan sebuah benjolan di ujung jariku.

Sialan, si Heni memukul di tempat yang sama dua kali. Ditambah lagi, bagaimana bisa buku matematika jadi sekeras itu!? Emiya Shirou apa!?

“Kita itu PMR, bukan klub literatur yang anggotanya punya kekuatan gak jelas”

“Lah, anggota PMR juga kan pas ada lima. Satu cowok, tiga cewek, satu loli. Sayangnya kita kekurangan satu loli!”

“Lima orang itu kan yang angkatan kita doang. Juga, Dede gak lu itung apa?”

“Hah, Dede mah bukan loli, jadi gak penting”

“Siapa yang gak penting cuk!!”

Ah, baru aja diomongin. Umurnya panjang ni orang.

Dede menekan pangkal jarinya, kemudian memasang wajah sinis sambil berkata dengan sinis pula “Kumohon, jangan jadikan aku seorang pembunuh!”

Tak lama kemudian, dia menyerangku dengan kedua tanganya yang dibentang. Aku pun menahannya sekuat tenaga.

“Apa yang hendak kau lakukan, dasar Ghoul sialaaan!!”

“Berapa 1000 dikurangi tujuh!? Berapa 1000 dikurangi tujuuh!?”

“Muncrat, oy! Iler lu muncrat!! Ngomongnya biasa aja, iler lu muncraaaat!!!”

“Ah, cowok tuh kenapa gak ada yang bener sih!?”

“Rame terus ya, PMR”

Sebuah suara terdengar diantara teriakan dan gelak tawa kami.

Suara ini …

“““Haris!”””

Aku, Heni, dan Putri berkata bersamaan.

“Iya, aku Haris”

Haris memasang senyum sejuta wattnya.

Ah, tidak, silau sekali. Senyuman dari riajuu paling populer, silau sekali di mataku!!

“Haris, belum balik? Itu apa yang dipegang?”

“Oh, ini? Ini itu—“

Dede langsung melepas tangannya dariku, untuk mengambil benda lonjong aneh yang dipegang oleh Haris.

“Masa gak tau? Liat nih!”

Dia menaruh benda itu di lengannya, kemudian membungkuk seakan sedang melindunginya. Ah, posisi itu—!

“Shin, kali ini aku akan melewatimu!!”

Kalau memang seperti itu, akan kulayani sepenuh hati!

“Majulah, Eyeshield 21!!”

“HEYAAAAAAAAAHHHHH!!!!”

“HOOOAAAAAAAAAAHHHHH!!!!”

“HIYAAAAT!!”

『BLETAK!! 』

『BLETAK!! 』

Akhirnya, kami berdua tumbang di tangan Heni.

“Kayak iya aja ini bola rugby! Coba liat, mana ada bola rugby yang butuh listrik!?”

Heni mengambil benda itu dari tangan Dede, lalu menunjukkan sebuah kabel putih yang tersembung kepada itu.

“Bukan Rugby! American Football!”

“Sama aja!”

“Tapi, benda yang bentuknya oval, ada talinya, juga perlu listrik kan cuma …”

Aku tak berani melanjutkan, Heni menatapku dengan buas.

“Vi*rat*r!!”

『BLETAK!! 』

Asap putih mengepul dari kepala Dede, aku hanya bersyukur karena tidak melanjutkan ucapanku.

“Vibrator?”

“Lah, yang Mput kok malah gak disensor!?”

“Kuhuhuhu. Kau masih tidak mengerti ya, Mori Summer?”

“Mori Sum—!?”

“Itu dikarenakan dia!”

Aku menunjuk Putri, Putri mengeluarkan suara “fuee?” kecil dari mulutnya.

“Tidak mengerti apa yang dia katakan! Jawab aku, apa bahasa Inggrisnya「Gaya Anjing」?”

“Dog Style?”

“Tepat sekali!”

『BLETAK!! 』

“Jangan bikin orang ngomong yang aneh-aneh!”

Aku mengusap kepalaku untuk keempat kalinya, kini benjol di kepalaku sudah beranak dua. Tanpa terlalu memikirkannya aku melanjutkan penjelasanku.

“Konsep untuk menghindari lembaga sensor K*I itu gampang. Segalanya tergantung pada maksud dari ucapan tersebut. Apabila kau menemui anjing di jalan, dengan tenangnya kau bisa mengatakan 「Anjing!」. Namun, berbeda lagi kalau kau mengumpat 「An*ing! 」, lembaga sensor KP* akan mengambil salah satu huruf sebagai tindakan sensor atas apa yang kita ucapkan”

“Bodo amat sama sensor KPI ato apapun itu! Jadi ini tuh sebenernya apa!?”

“Ini mesin pijat. Dulu aku punya satu dirumah. Nanti bergetar kalau disambungkan dengan listrik, getarannya itu akan menghilangkan capek dan pegal”

Dede memukul tangannya setelah mendendengar penjelasan Haris yang baku, seakan berkata “aha!” dengan ekspresinya.

“Tuhkan bener, V*br*tor!!”

“BUKAN!!”

“Tapi, siapa yang pake Vi*ra*or segede ini?”

“DIBILANG BUKAN!!”

“Tapi coba liat, bukannya itu cara nali b**da*e?”

“Bondage?”

“ITU BUKAN CARA NALI BOND*GE!! MPUT JUGA JANGAN NGULANGIN LAGI!!”

Hen, untuk tsukkomi tiga kali beruntunnya, otsukaresama.

Putri tertawa polos setelah itu.

“Habisnya keliatan seru, aku juga kan ingin ikutan”

“Apanya yang seru Mput, apanya!? Yang ada capek doang kalo ngurusin duo idiot kayak mereka!”

Heni terengah-engah di akhir kalimatnya. Wajahnya memerah seperti apel, menjadi semakin manis untuk dilihat. Wajah yang memerah itu melirik kearahku lalu berkata dengan sinis “Apa senyam-senyum!?”

“Enggak. Cuman, kalau lu tau itu bukan cara ngiket bonda*e, bukannya berarti lu tau caranya yang bener gimana? Ditambah lagi, barusan ucapan lu disensor. Berarti—“

“A, apa!? Berarti apa!?”

Wajahnya menjadi semakin memerah lagi, aku benar-benar tak bisa puas melihatnya.

“Eh, ini ujungnya karat ya?”

Dede tiba-tiba menyahut dari belakang kami. Ketika aku berbalik, kabel V*brat*r raksasa itu sudah tercolok di stop kontak.

Si bego itu, ngapain sih dia!?

“Ada apa De?”

“Ini, kabelnya gak mau kecabut. Tapi kalo ditarik paksa, takutnya nanti malah rusak”

“Kalo gitu ngapain pake dicolok segala!? Kalo emang rusak terus bikin konslet gimana!”

“Ya elah, mati lampu ini”

“Ya bukan itu masalahnya, ayo cepet cabut! Aduh, Mput, Ri, bantuin napa!”

Heni terlihat marah. Bukan, lebih tepatnya dia cemas. Hanya saja, seperti inilah cara dia menyampaikan cemasnya. Aku dan Putri berjalan mendekat.

“Iya, iya. Coba, pada minggir bentar. Gua liat dulu”

Aku berjongkok untuk melihat ujung kabel alat pijat ini lebih dekat, benar-benar sudah karatan. Aku heran bagaimana Dede mencolok alat ini dengan karat sebanyak itu. Ini jelas-jelas tidak mungkin.

“Jadi bagaimana Ri? Bisa dicabut?”

“Kalo aja karatnya dikurangin dikit, mungkin bisa dicabut. Pake cuka campur garam, kalo gak salah sih bisa bisa ngilangin karat”

“Cuka sama garam ya? Biar aku ambilkan dari dapur”

“Bentar!”

Aku memberhentikan Haris. Kalau pakai cuka dan garam, mungkin bakal lama sampai benar-benar hilang karatnya. Bisa bahaya kalau listriknya menyala terlebih dahulu.

“Kita cabut bareng-bareng aja, kalau pake cuka takut nyala duluan”

“Bukannya malah putus kalo gitu?”

“Supaya gak putus, gua goyangin ujungnya, kalian yang tarik”

Mereka terdiam, khawatir, aku yakin.

Aku harus memberi satu dorongan lagi.

“Pasti bisa. Jadi ayo cepetan, takut nyala nih”

“… Yaudah kalo gitu. Biar gua sama Haris aja yang narik, cewek mundur aja. Ganggu”

“Gua juga pengen bantu—“

“Hen …”

Aku menatapnya dalam, berharap dia mengerti tanpa diberitahu.

Kami membutuhkan seseorang untuk menarik kami dari arus listrik kalau listriknya menyala, dan aku yakin menarik beban dengan total sekitar 120 kg yang teraliri listrik bukanlah hal yang mudah. Tak mungkin Risti dan Putri melakukannya hanya berdua saja.

Disamping itu, aku tak ingin dia ikut terluka kalau terjadi sesuatu.

Tapi, sepertinya aku berharap terlalu banyak. Cewek lamban seperti dia tidak akan mengerti sebelum diberitahu.

Aku tersenyum.

“Ku ku ku. Kekuatanmu tidak akan berguna bagi kami. Enyahlah kau dari sini!”

“…”

Hening.

Apa aku melakukannya di waktu yang tidak tepat?

Sialan. Suasananya jadi terasa canggung.

“Terserahlah. Ayo Mput, kita liat aja”

Ahirnya, Heni memutuskan untuk mundur.

Yah, yang penting hasilnya sudah tercapai.

Aku genggam sambungan kabel alat ini dengan erat, sementara Haris dan Dede bersiap-siap dengan memegang talinya.

“Siap … tarik!”

Aku menggoyangkan kabelnya dengan kuat, selagi mereka berdua menariknya dengan kuat pula.

“Tahan!”

Mereka tiba-tiba berhenti. Hampir saja, sedikit lagi maka colokanya akan patah. Aku pun memegangya dengan lebih kuat.

“Nariknya sekali hentak aja, takut patah colokannya. Lagi, ayo tarik!”

Mereka menarik lagi, aku juga menggoyangkannya lagi.

“Tarik!”

Terasa bergeser sedikit, kami membuat kemajuan.

“Tarik!”

Sedikit lagi dan alat ini akan benar-benar lepas.

“Ta—“

Lampu kelas menyala.

Ledakan terdengar bising.

{ 1 komentar... read them below or add one }

Welcome to My Blog

Popular Post

Chatango

Kontributor

Mabo and Gibo. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Mabo and Gibo -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -